Senin, 31 Mei 2010

jurnal 25 mei 2010

Hermeneutika dan masa depan ilmu hukum



Hermeneutika (dari bahasa Yunani Ερμηνεύω hermēneuō: menafsirkan) adalah aliran filsafat yang bisa didefinisikan sebagai teori interpretasi dan penafsiran sebuah naskah melalui percobaan. Biasa dipakai untuk menafsirkan Alkitab, terutama dalam studi kritik mengenai Alkitab.Kata hermeneutika tersebut berhubungan dengan dewa Hermes, dewa dalam mitos orang Yunani, yang bertugas menyampaikan berita dari para dewa kepada manusia. Dewa ini juga dewa ilmiah, penemuan, kefasihan bicara, seni tulis dan kesenian. Dengan demikian kegiatan menafsir adalah kegiatan yang biasa kita lakukan di dalam hidup kita sehari-hari. Terlebih lagi ketika kita membaca Alkitab, kita pun harus menafsirkannya. Ada beberapa metode menafsir Alkitab antara lain kritik bentuk dan kritik tradisi. Definisi hermeneutika masihlah terus berkembang. Menurut Richard E. Palmer, definisi hermeneutika setidaknya dapat dibagi menjadi enam. Sejak awal, hermeneutika telah sering didefinisikan sebagai ilmu tentang penafsiran (science of interpretation).Akan tetapi, secara luas, hermeneutika juga sering didefinisikan sebagai, pertama, teori penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis). Kedua, hermeneutika sebagai metodologi filologi umum (general philological methodology). Ketiga, hermeneutika sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all linguistic understanding). Empat, hermeneutika sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological foundation of Geisteswissenschaften). Lima, hermeneutika sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi (phenomenology of existence dan of existential understanding). Dan enam, hermeneutika sebagai sistem penafsiran (system of interpretation). Hermeneutika sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif maupun secara personal, untuk memahami makna yang terkandung dalam mitos-mitos ataupun simbol-simbol. Keenam definisi tersebut bukan hanya merupakan urutan fase sejarah, melainkan pendekatan yang sangat penting didalam problem penafsiran suatu teks. Keenam definisi tersebut, masing-masing, mewakili berbagai dimensi yang sering disoroti dalam hermeneutika. Setiap definisi membawa nuansa yang berbeda, namun dapat dipertanggungjawabkan, dari tindakan manusia menafsirkan, terutama penafsiran teks. Tulisan ini mau memberikan kerangka menyeluruh tentang keenam definisi tersebut, yang lebih banyak berfungsi sebagai pengantar pada arti sesungguhnya dari hermeneutika.



Sumber hukum berkaitan dengan fakta hukum


Sumber hukum ternyata

Menurut Paul scholten(alih hukum belanda)
Mengatakan: “het rech is er,doch he moet worden gevonder”
Hukum itu ada,tapi masih harus ditemukan.

Tidak selamanya jelas,sumber hukum sama dengan fakta hukum karena:

-ada kata yang bermakna ganda

-ada perbedaan konteks antara saat aturan itu dibuat dan kondisi sekarang
-ada perbedaan pengertian antara satu aturan dengan aturan lainnya.


Beberapa tokoh hermeneutika


Friedrich Schleiermacher (1768-1834)

Schleiermacher dilahirkan di Breslau di Silesia, sebagai anak seorang pendeta tentara dari Gereja Reformasi di Prusia. Ia belajar di sebuah sekolah Moravia di Niesky di Lusatia Hulu, dan di Barby dekat Halle. Namun demikian, teologi Moravia yang pietis tidak berhasil memuaskan keragu-raguannya yang kian meningkat, dan dengan berat hati ayahnya memberikan kepadanya izin untuk masuk ke Universitas Halle, yang telah meninggalkan pietisme dan mengambil semangat rasionalis dari Friedrich August Wolf dan Johann Salomo Semler. Sebagai seorang mahasiswa teologi Schleiermacher mengambil kuliah mandiri dalam membaca dan mengabaikan pelajaran Perjanjian Lama dan bahasa-bahasa Oriental. Namun demikian, ia tetap mengikuti kuliah-kuliah, yang memperkenalkannya dengan teknik-teknik kritis sejarah dalam Perjanjian Baru, dan kuliah Johann Augustus Eberhard, yang membuatnya mencintai filsafat Plato dan Aristoteles. Pada saat yang sama ia mempelajari tulisan-tulisan Immanuel Kant dan Friedrich Heinrich Jacobi. Ia mengembangkan kebiasaannya yang khas dalam membentuk opini-opininya dengan cara menguji dan mempertimbangkan dengan sabar berbagai posisi yang digunakannya untuk membangun pemikirannya sendiri. Sebagai mahasiswa memang ia telah mulai menerapkan gagasan-gagasan dari para filsuf Yunani hingga merekonstruksikan sistem Kant.




Wilhelm dilthey (1833-1977)


Wilhelm Dilthey (19 November 1833 – 1 Oktober 1911) adalah seorang sejarahwan, psikolog, sosiolog, siswa hermeneutika, dan filsuf Jerman. Dilthey dapat dianggap sebagai seorang empirisis, berlawanan dengan idealisme yang meluas di Jerman pada waktu itu, tetapi penjelasannya tentang apa yang empiris dan eksperiensial berbeda dengan empirisisme Britania dan positivisme dalam asumsi-asumsi epistemologis dan ontologis sentralnya, yang diambil dari tradisi-traidisi sastra dan filsafat Jerman.


Martin konteks (1884-1976)

(lahir di Meßkirch, Jerman, 26 September 1889 – meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928. Ia mempengaruhi banyak filsuf lainnya, dan murid-muridnya termasuk Hans-Georg Gadamer, Hans Jonas, Emmanuel Levinas, Hannah Arendt, Leo Strauss, Xavier Zubiri dan Karl Löwith. Maurice Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, Jacques Derrida, Michel Foucault, Jean-Luc Nancy, dan Philippe Lacoue-Labarthe juga mempelajari tulisan-tulisannya dengan mendalam. Selain hubungannya dengan fenomenologi, Heidegger dianggap mempunyai pengaruh yang besar atau tidak dapat diabaikan terhadap eksistentialisme, dekonstruksi, hermeneutika dan pasca-modernisme. Ia berusaha mengalihkan filsafat Barat dari pertanyaan-pertanyaan metafisis dan epistemologis ke arah pertanyaan-pertanyaan ontologis, artinya, pertanyaan-pertanyaan menyangkut makna keberadaan, atau apa artinya bagi manusia untuk berada. Heidegger juga merupakan anggota akademik yang penting dari Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar